Dahulu kala ada seorang penyair hebat dan sangat terkenal, Syaikh Farazdaq. Ia selalu asyik memuji Rasulullah SAW., mempunyai kebiasaan melakukan ibadah haji setiap tahunnya.

Suatu waktu ketika ia melakukan ibadah haji kemudian datang berziarah ke makam Rasulullah SAW. dan membaca kasidah di makam itu. Ketika itu ada seseorang yang mendengarkan kasidah pujian yang dilantunkannya.

Setelah selesai membaca kasidah, orang itu menemui Sang Penyair dan mengajaknya untuk makan siang ke rumahnya. Ia pun menerima ajakan orang tersebut dan setelah berjalan jauh hingga keluar dari Madinah al-Munawwarah sampailah keduanya di rumah yang dituju.
Sesampainya di dalam rumah, orang tersebut memegangi Sang Penyair dan berkata: “Sungguh aku sangat membenci orang-orang yang memuji-muji Muhammad, dan kubawa engkau ke sini untuk kugunting lidahmu!”

Maka orang itu menarik lidah Syaikh Farazdaq lalu mengguntingnya dan berkata: “Ambillah potongan lidahmu ini dan pergilah untuk kembali memuji Muhammad!”

Maka Sang Penyair pun menangis karena rasa sakit dan juga sedih tidak bisa lagi membaca syair untuk Sayidina Muhammad SAW. Kemudian beliau datang ke makam Rasulullah Saw. seraya berdoa: “Ya Allah jika penghuni makam ini tidak suka atas pujian-pujian yang aku lantunkan untuknya maka biarkan aku tidak lagi bisa berbicara seumur hidupku, karena aku tidak butuh kepada lidah ini kecuali hanya untuk memuji-Mu dan memuji Nabi-Mu. Namun jika Engkau dan Nabi-Mu ridha maka kembalikanlah lidahku ini ke mulutku seperti semula.”

Syaikh Farazdaq terus menangis hingga tertidur dan bermimpi jumpa dengan Rasulullah SAW. yang berkata:

“Aku senang mendengar pujian-pujianmu, berikanlah potongan lidahmu.”


Lalu Rasulullah SAW. mengambil potongan lidah itu dan mengembalikannya pada posisinya semula. Ketika Sang Penyair (Syaikh Farazdaq) terbangun dari tidurnya, mendapati lidahnya telah kembali seperti semula. Maka Syaikh Farazdaq pun bertambah dahsyat memuji Rasulullah SAW.

Hingga di tahun selanjutnya Syaikh Farazdaq datang lagi menziarahi Rasulullah SAW. dan kembali membaca pujian-pujian untuk Rasulullah SAW. Dan di saat itu datanglah seorang yang masih muda dan gagah serta berwajah cerah menemuinya dan mengajaknya untuk makan siang di rumahnya.

Syaikh Farazdaq teringat kejadian tahun yang lalu. Namun, ia tetap menerima ajakan tersebut. Sehingga, ia dibawa ke rumah anak muda itu. Sesampainya di rumah anak muda itu, Syaikh Farazdaq dapati rumah itu adalah rumah yang dulu pernah didatangi lalu lidahnya dipotong.

Anak muda itu pun meminta Syaikh Farazdaq untuk masuk yang akhirnya ia pun masuk ke dalam rumah itu hingga mendapati sebuah kurungan besar terbuat dari besi dan di dalamnya ada kera yang sangat besar dan terlihat sangat beringas.

Maka anak muda itu berkata: “Engkau lihat kera besar yang di dalam kandang itu, dia adalah ayahku yang dulu telah menggunting lidahmu, maka keesokan harinya Allah mengubahnya menjadi seekor kera.”

Dan hal yang seperti ini telah terjadi pada umat terdahulu, sebagaimana firman Allah Swt.:

فَلَمَّا عَتَوْا عَنْ مَا نُهُوا عَنْهُ قُلْنَا لَهُمْ كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ ( الأعراف

“Maka setelah mereka bersikap sombong terhadap segala apa yang dilarang, Kami katakan kepada mereka: “Jadilah kalian kera yang hina”. (QS. al-A’raf ayat 166)
Kemudian anak muda itu berkata: “Jika ayahku tidak bisa sembuh maka lebih baik Allah matikan saja.”

Maka Syaikh Farazdaq berdoa: “Ya Allah aku telah memaafkan orang itu dan tidak ada lagi dendam dan rasa benci kepadanya”. Dan seketika itu pun Allah SWT. mematikan kera itu dan mengembalikannya pada wujud yang semula.

Dari kejadian ini jelaslah bahwa sungguh Allah SWT. mencintai orang-orang yang suka memuji Nabi Muhammad SAW. Karena pujian kepada Nabi Muhammad SAW. disebabkan oleh cinta dan banyak memuji kepada Nabi Muhammad SAW. berarti pula banyak mencintai beliau.

Dan semakin banyak orang yang berdzikir, bershalawat dan memuji Nabi Muhammad SAW., maka Allah akan semakin menjauhkan kita, wilayah kita dan wilayah-wilayah sekitar dari musibah dan digantikan dengan curahan rahmat dan anugerah dari Allah SWT.

(Dikisahkan Oleh Almaghfurlah Al Habib Mundzir bin Fuad Al Musawwa
)